JAKARTA, Klikaktual.com — Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melakukan kajian untuk menentukan fatwa halal atau haramnya bertransaksi aset uang kripto.
Kajian ini dalam rangka merespons peningkatan perdagangan aset kripto di kalangan masyarakat. Meskipun fatwa tersebut belum dikeluarkan, dikarenakan kajian masih berjalan, dan masih dalam tahap proses.
Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) DSN-MUI, Prof Jaih Mubarok, menjelaskan, cryptocurrency merupakan mata uang digital yang dibuat melalui proses dengan teknik enkripsi yang dikelola jaringan peer to peer.
BACA JUGA: Tol Cisumdawu Ditarget Selesai Akhir Tahun
Karena itu, lanjut Prof Jaih, perdagangan kripto termasuk dalam domain siyasah maliyyah yang eksistensinya bergantung pada ketentuan dan atau keputusan otoritas yang setidaknya memenuhi kriteria uang sebagaimana disampaikan Muhammad Rawas Qal‘ah Ji dalam kitab al-Mu‘amalat al-Maliyyah al-Mu‘ashirah fi Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari‘ah
Mengutip pendapat Qal‘ah Ji di atas yang menekankan aspek legalitas uang, Prof Jaih menjelaskan, uang (nuqud) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan lembaga pemegang otoritas. "Seandainya masyarakat dalam melakukan transaksi menggunakan unta (atau kulit unta) sebagai alat pembayaran, unta tersebut tidak dapat dianggap sebagai uang (nuqud), melainkan hanya sebagai badal (pengganti) atau ‘iwadh (imbalan)," tutur Prof Jaih.
Menurutnya, uang harus memenuhi dua kreiteria yaitu: Pertama, substansi benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat. "Kriteria kedua, uang diterbitkan lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang (antara lain bank sentral)," ungkapnya seperti dilansir laman resmi MUI. (Ibs)